Etika Seorang Muslim Pada Diri Sendiri

Orang Muslim meyakini bahwa kebahagiaannya di dunia dan akhirat sangat ditentukan oleh sejauh mana pembinaan terhadap dirinya, perbaikan, dan penyucian dirinya. Selain itu, ia meyakini bahwa kecelakaan dirinya sangat ditentukan oleh sejauh mana kerusakan dirinya, pengotorannya, dan kebrengsekannya. Itu semua karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menjiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10).

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum, demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka), demikianlah Kami memberi balasan kepada orang orang yang zhalim. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Al-A’raaf: 40-42).

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shallih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3).

Sabda Rasulullah saw., “Semua dan kalian masuk surga, kecuali orang-orang yang tidak mau.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang tidak mau masuk surga, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. bersada, “Barangsiapa taat kepadaku, ia masuk surga. Dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, ia tidak mau (masuk surga).” (HR Bukhari).

“Semua manusia beramal, dan menjual dirinya memperbaiki dirinya, atau membinasakannya.” (HR Muslim).

Orang Muslim meyakini bahwa sesuatu yang bisa membersihkan dirinya, dan menyucikannya ialah iman yang baik, dan amal shalih. Ia juga meyakini, bahwa sesuatu yang mengotori dirinya, dan merusaknya ialah keburukan kekafiran dan kemaksiatan, berdasarkan dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Huud: 114).

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14).

Sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya jika seorang Mukmin mengerjakan dosa, maka ada noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, berhenti (dari dosa tersebut), dan beristighfar, maka hatinya bersih. Jika dosanya bertambah, bertambah pula noda hitamnya, hingga menutupi hatinya.” (HR An-Nasai dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan shahih).

Noda hitam tersebut tidak lain adalah tutupan hati yang disebutkan Allah Ta‘ala dalam surat Al-Muthaffifin di atas.

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, serta bergaulah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim).

Oleh karena itulah, orang Muslim tidak henti-hentinya membina dirinya, menyucikannya, dan membersihkannya. Sebab, ia orang yang paling layak membinanya, kemudian ia memperbaikinya dengan etika-etika yang membersihkannya, dan membersihkan kotoran-kotorannya. Ia menjauhkan diri dan apa saja yang mengotorinya, dan merusaknya seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, ucapan-ucapan yang rusak, dan amal perbuatan yang rusak. Ia melawan dirinya siang malam, mengevaluasinya setiap saat, membawanya kepada perbuatan-perbuatan yang baik, mendorongnya kepada ketaatan, menjauhkannya dari segala keburukan dan kerusakan.

Dalam memperbaiki dirinya, membinanya, dan membersihkannya, orang Muslim menempuh jalan-jalan berikut:

Taubat

Yang dimaksud dengan taubat di sini ialah melepaskan diri dan semua dosa dan kemaksiatan, menyesali semua dosa-dosa masa lalunya. dan bertekat tidak kembali kepada dosa di sisa-sisa umurnya. Itu semua karena dalil-dalil berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan kalian akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian, dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (At Tahrim: 8).

“Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (An-Nuur: 31).

“Hai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, karena aku bertaubat dalam sehari sebanyak seratus kali.” (HR Muslim).

“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dan barat, maka Allah menerima taubatnya.” (HR Muslim).

“Sesungguhnya Allah membuka Tangan-Nya dengan taubat bagi orang yang berbuat salah di malam hari hingga siang hari, dan bagi orang yang berbuat salah di siang hari hingga malam hari, hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim).

“Allah lebih berbahagia dengan taubat (kembalinya) hamba-Nya daripada seseorang di tempat sepi dan rawan bahaya dengan hewan kendaraan yang memuat makanan dan minumannya, kemudian ia tidur. Ketika ia bangun, hewan kendaraannya hilang. Ia pun mencarinya hingga ia kehausan. Ia berkata, ‘Aku akan kembali ke tempatku semula, hingga aku mati.’ Kemudian ia letakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Ketika ia bangun, temyata hewan kendaraannya ada di sisinya lengkap dengan makanan dan minumannya. Jadi, Allah lebih berbahagia dengan taubat (kembalinya) hamba yang Mukmin dan (kebahagiaan) orang tersebut dengan (kembalinya) hewan kendaraan dan bekalnya.” (Muttafaq Alaih).

Diriwayatkan, bahwa para malaikat rnengucapkan ucapan selamat kepada Nabi Adam atas taubatnya, karena Allah menerima taubatnya. (Al-Ghazali dalam Ihya’-nya).

Muraqabah

Maksudnya, orang Muslim mengkondisikan dirinya merasa diawasi Allah Ta ‘ala di setiap waktu kehidupan hingga akhir kehidupannya, bahwa Allah Ta‘ala melihatnya, mengetahui rahasia-rahasianya, memperhatikan semua amal perbuatannya, mengamatinya, dan mengamati apa saja yang dikerjakan oleh semua jiwa. Dengan cara seperti itu, diri orang Mukmin selalu merasakan keagungan Allah Ta ‘ala dan kesempumaan-Nya, tentram ketika ingat nama-Nya, merasakan ketentraman ketika taat kepada-Nya, ingin bertetanggaan dengan-Nya, datang menghadap kepada-Nya, dan berpaling dan selain-Nya.

Inilah yang dimaksudkan dengan Islamisasi wajah dalam firman Allah Ta’ala,

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?” (An-Nisa’: 125).

“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dan orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya Ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (Luqman: 22).

Itulah intisari seruan Allah Ta’ala dalam firman-Nya, “Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu maka takutlah kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 235).

Atau dalam firman-Nya, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur ‘an dan kalian tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu pada waktu kalian melakukannya.” (Yunus: 22).

Atau dalam sabda Rasulullah saw., “Sembahlah Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Muttafaq Alaih).

Jalan itulah yang dilalui para pendahulu kita dan para Salafush shalih. Mereka membawa diri mereka kepadanya hingga akhir hayat mereka, dan mereka berhasil mencapai derajat muqarra bin (hamba-hamba yang dekat dengan Allah). Bukti-bukti berikut bersaksi untuk mereka:

1. Ditanyakan kepada Al-Junaid, “Bagaimana kiat menahan pandangan?” Al-Junaid, “Yaitu pengetahuanmu, bahwa pandangan Dzat yang melihatmu itu lebih dahulu dan lebih cepat daripada penglihatanmu kepada sesuatu yang engkau lihat.”

2. Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Hendaklah engkau merasa diawasi oleh Dzat yang mengetahui apa saja yang ada padamu. Hendaklah eng kau berharap kepada Dzat yang memenuhi (harapanmu). Dan hendaklah engkau takut kepada Dzat yang memiliki hukuman.”

3. Ibnu Al-Mubarak berkata kepada seseorang, “Hai si Fulan, hendaklah engkau merasa diawasi Allah.” Orang tersebut bertanya kepada Ibnu Al-Mubarak tentang apa yang dimaksud dengan pengawasan Allah, kemudian Ibnu Al-Mubarak menjawab, “Jadilah engkau seperti orang yang bisa melihat Allah selama-lamanya.”

4. Abdullah bin Dinar berkata, “Pada suatu hari, aku pergi ke Makkah bersama Umar bin Khaththab. Di salah satu jalan, kami berhenti untuk istirahat, tiba-tiba salah seorang penggembala turun kepada kami dari gunung. Umar bin Khaththab bertanya kepada penggem bala tersebut, ‘Hai penggembala, juallah seekor kambingmu kepada kami.’ Penggembala tersebut berkata, ‘Kambing-kambing ini bukan milikku, namun milik majikanku.’ Umar bin Khaththab berkata, ‘Katakan saja kepada majikanmu, bahwa kambingnya dimakan serigala.’ Penggembala yang budak tersebut berkata, ‘Kalau begitu, di mana Allah?’ Umar bin Khaththab menangis, kemudian ia pergi ke majikan penggembala tersebut, lalu membeli budak tersebut, dan memerdekakannya.”

5. Dikisahkan bahwa salah seorang shalih berjalan melewati orang-orang yang sedang melempar, sedang salab seorang dan mereka duduk menyendiri dari mereka. Orang shalih tersebut pergi kepada orang tersebut, dan ingin mengajaknya bicara, namun orang tersebut lebih dahulu berkata kepadanya, “Dzikir kepada Allah itu jauh lebih nikmat.” Orang shalih bertanya kepada orang tersebut, “Engkau sendirian di sini?” Orang tersebut menjawab, “Aku bersama Tuhanku dan dua malaikat.” Orang shalih bertanya kepada orang tersebut, “Siapa yang mendahului orang-orang tersebut?” Orang tersebut menjawab, “Yaitu orang-orang yang diampuni Allah.” Orang shalih bertanya kepada orang tersebut, “Di manakah jalan itu?” Orang tersebut membeni isyarat ke langit, kemudian ia berdiri dan pergi.

6. Dikisahkan bahwa ketika Zulaikha berduaan dengan Yusuf AS, ia pergi ke patung, kemudian menutupnya dengan kain. Nabi Yusuf AS bertanya, “Engkau ada apa? Engkau malu kepada pengawasan benda padat kepadamu, dan tidak malu kepada pengawasan Raja Teragung (Allah) kepadamu?”

Salah seorang shalih menyenandungkan syair,

Jika Anda menyendiri dengan zaman pada suatu hari,
Anda jangan katakan, ‘Aku telah menyendiri,’
Namun katakan, ‘Zaman mengawasiku.’
Sedetik pun Anda jangan beranggapan bahwa Allah lengah
Dan bahwa Allah tidak mengetahui apa yang Anda rahasiakan.
Tidakkah Anda lihat, bahwa hari ini cepat berlalu
Dan bahwa hari esok sudah dekat bagi orang-orang yang menunggunya?


Muhasabah (Evaluasi)

Karena orang Muslim siang-malam bekerja untuk kebahagiaannya di akhirat, kemuliaan dari Allah Ta‘ala, keridhaan-Nya, dan karena dunia adalah tempat beramal, maka ia harus melihat ibadah-ibadah wajib seperti penglihatan pedagang kepada modal bisnisnya, ia melihat ibadah-ibadah sunnah seperti penglihatan pedagang terhadap keuntungan bisnisnya, dan melihat kemaksiatan dan dosa sebagai kerugian dalam dunia bisnis. Kemudian ia berduaan dengan dirinya sesaat di akhir harinya guna mengadakan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas amal perbuatannya sepanjang siang harinya.

Jika ia melihat dirinya kurang mengerjakan ibadah-ibadah wajib, ia mencela dirinya, dan memarahinya, kemudian memaksanya melaksanakan ibadah-ibadah wajib tersebut saat itu juga jika ibadah-ibadah wajib tersebut termasuk yang harus ditunaikan saat itu juga, dan jika ibadah ibadah wajib tersebut tidak termasuk yang harus ditunaikan saat itu juga maka ia harus memperbanyak mengerjakan ibadah-ibadah sunnah.

Jika ia melihat dirinya kurang dalam mengerjakan ibadah-ibadah sunnah, maka ia mengganti kekurangannya dan memaksa dirinya melakukannya. Jika ia melihat kerugian karena ia mengerjakan dosa, maka ia beristighfar, menyesalinya, bertaubat, dan mengerjakan amal shalih yang bisa memperbaiki apa yang telah dirusaknya.

Inilah yang dimaksud dengan muhasabah terhadap diri sendiri. Inilah salah satu cara perbaikan diri (jiwa), pembinaannya, penyuciannya, dan pembersihannya, berdasarkan dalil-dalil berikut:

1. Firman Allah Ta‘ala, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Hasyr: 18).

“Hendaklah setiap diri memperhatikan” adalah perintah untuk mengadakan muhasabah (evaluasi) terhadap diri atas apa yang diperbuatnya untuk menyongsong hari esok.

2. Firman Allah Ta‘ala, “Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (An-Nuur: 31).

3. Sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah, dan beristightighfar kepada-Nya sebanyak seratus kali dalam satu hari.” (Diriwayatkan Muslim).

4. Umar bin Khattab ra berkata, “Evaluasilah (hisablah) diri kalian, sebelum kalian dievaluasi.”

Yang semakna dengannya ialah hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dengan sanad yang baik dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,

“Orang cerdas ialah yang menyiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedang orang lemah ialah orang yang mengikutkan dirinya kepada hawa nafsunya dan berkhayal kosong kepada Allah.”

5. Adalah Umar bin Khaththab ra, jika waktu malam telah tiba, ia memukul kedua kakinya dengan berkata kepada dirinya, “Apakah yang telah engkau kerjakan siang tadi?”

6. Adalah Thalhah r.a. jika disibukkan oleh perkebunannya hingga ia tidak bisa menghadiri shalat jama’ah, maka ia mengeluarkan sedekah untuk Allah Ta’ala dari perkebunannya. Ini tidak lain adalah muhasabah darinya terhadap dirinya, dan kemarahannya terhadap dirinya.

7. Dikisahkan bahwa Al-Ahnaf bin Qais mendekat ke lampu, kemudian ia meletakkan jari-jarinya di dalamnya hingga merasakan panasnya, sambil berkata, “Hai Al-Ahnaf, apa yang mendorongmu mengerjakan ini dan itu pada hari ini? Apa yang mendorongmu mengerjakan ini dan itu pada hari ini?”

8. Dikisahkan bahwa salah seorang dari orang-orang shalih berjihad, tiba-tiba terlihat olehnya seorang wanita, dan ia pun melihatnya, kemudian mengangkat tangannya, menampar matanya, dan mencukilnya, sambil berkata, “Sesungguhnya melihat kepada sesuatu yang merugikanmu.”

9. Salah seorang dari orang shalih berjalan melewati rumah, kemudian ia berkata, “Kapan rumah ini dibangun?” Usai berkata seperti itu, ia sadar, dan buru-buru berkata kepada dirinya, “Engkau menanyakan sesuatu yang tidak ada kaitan denganmu. Aku pasti menghukummu dengan berpuasa setahun.” Ia pun berpuasa selama setahun.

10. Dikisahkan bahwa salah seorang dari orang shalih pergi ke padang pasir yang panas, kemudian ia berguling-guling di atasnya, sambil berkata, “Diriku, rasakan ini dan Neraka Jahannam itu lebih panas dari panas padang pasir ini. Engkau busuk di malam hari dan pengangguran di siang hari.”

11. Salah seorang dari orang shalih menghadapkan penglihatannya ke atap rumah, tiba-tiba ia melihat seorang wanita, dan ia pun melihat kepadanya. Kemudian ia menghukum dirinya dengan tidak melihat ke langit selagi ia hidup.

Begitulah, para salafush shalih mengevaluasi diri mereka atas ketidakseriusannya, memarahinya atas kelalaiannya, mewajibkannya bertakwa, dan melarangnya mengikuti hawa nafsu, karena mengikuti firman Allah Ta’ala,

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dan keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (An-Nazi’ at: 40-41).

Mujahadah (Perjuangan)

Orang Muslim mengetahui bahwa musuh besarnya ialah hawa nafsu yang ada dalam dirinya, bahwa watak hawa nafsu adalah condong kepada keburukan, lari dari kebaikan, dan memerintahkan kepada keburukan seperti dikatakan Zulaikha dalam Al-Qur’an,

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53).

Selain itu, watak hawa nafsu ialah senang malas-malasan, santai, dan menganggur, serta larut dalam syahwat, kendati di dalamnya terdapat kecelakaan dan kebinasaannya.

Jika orang Muslim mengetahui itu semua, maka ia memobilisasi diri untuk berjuang melawan hawa nafsunya, mengumumkan perang, mengangkat senjata untuk melawannya, dan bertekat mengatasi seluruh perjuangannya melawan hawa nafsu, dan menantang syahwatnya. Jika hawa nafsunya menyukai kehidupan santai, maka ia membuatnya lelah. Jika hawa nafsunya menginginkan syahwat, maka ia melarangnya. Jika dirinya tidak serius dalam ketaatan dan kebaikan, maka ia menghukumnya dan memarahinya, kemudian ia mewajibkannya mengerjakan apa yang tidak ia kerjakan dengan serius, dan mengganti apa yang ia sia-siakan dan ia tinggalkan. Ia bawa dirinya ke dalam pembinaan seperti itu hingga dirinya menjadi tentram, bersih, dan menjadi baik. Itulah tujuan utama mujahadah (perjuangan) terhadap hawa nafsu (diri).

Allah Ta‘ala berfirman, “Dan orang-orang yang berjihacl untuk (mencari keria’haan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69).

Ketika orang Muslim berjuang melawan dirinya agar menjadi baik, bersih, suci, tentram, berhak mendapatkan kemuliaan Allah Ta‘ala, dan keridhaan-Nya, maka ia mengetahui bahwa ini adalah jalan orang-orang shalih dan orang-orang yang jujur, kemudian ia berjalan di atas jalan tersebut karena ingin meniru mereka dan menapaktilasi jejak-jejak mereka. Rasulullah saw. saja melakukan qiyamul lail hingga kedua kakinya bengkak. Tentang hal tersebut, Rasulullah saw. pernah ditanya, kemudian beliau menjawab, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?” (Diriwayatkan Muslim).

Adakah mujahadah yang lebih tinggi dari mujahadah Rasulullah saw. di atas? Demi Allah, tidak ada.
Ali bin Abu Thalib ra tentang sahabat-sahabat Rasulullah saw., “Demi Allah, aku melihat Rasulullah saw. dan aku tidak melihat sesuatu yang mencurigakan mereka. Pada pagi hari, rambut mereka kusut, berdebu, dan pucat, karena tidak tidur semalam suntuk untuk sujud, dan berdiri shalat, membaca Kitabullah, dan istirahat di antara kaki mereka dengan kening mereka. Jika mereka dzikir kepada Allah, mereka bergoyang sebagaimana pohon bergoyang ketika tertiup angin. Mata mereka bercucuran dengan airmata hingga pakaian mereka basah kuyup.”

Abu Ad-Darda’ ra “Tanpa tiga hal, aku tidak tertarik hidup, meskipun sehari saja, yaitu haus untuk Allah di siang hari yang panas, sujud untuk-Nya di pertengahan malam, dan duduk dengan orang-orang yang memilih ucapan-ucapan yang bagus, sebagaimana buah-buahan yang bagus dipilih.”

Umar bin Khaththab ra memarahi dirinya karena’ ia ketinggalan shalat Ashar berjama’ah, kemudian bersedekah dengan area tanahnya yang harganya kira-kira dua ratus dirham.

Jika Abdullah bin Umar ra ketinggalan shalat jama’ah, ia menghidupkan (tidak tidur untuk ibadah) malam harinya. Pada suatu hari, ia menunda shalat Maghrib hingga dua bintang terbit, kemudian ia memerdekakan dua budaknya.

Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang dikira manusia sakit, padahal mereka tidak sakit.” Itu tidak lain adalah pengaruh mujahadah mereka terhadap dirinya.
Rasulullah saw. bersabda, “Manusia terbaik ialah orang yang panjang umurnya, dan baik amal perbuatannya.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya).

Uwais Al-Qarni Rahimahullah berkata, “Malam mi adalah malam ruku’.” Kemudian ia hidupkan seluruh malam tersebut dengan ruku’. Pada malam berikutnya, ia berkata, “Malam ini adalah malam sujud.” Ia pun menghidupkan seluruh malam tersebut dengan sujud.

Tsabit Al-Bunani Rahimahullah berkata, “Aku perah bertemu dengan orang-orang di mana salah seorang dari mereka shalat, kemudian ia tidak bisa pergi ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak. Salah seorang dan mereka qiyamul lail hingga kedua kakinya bengkak karena terlalu lama berdiri. Keseriusan mereka dalam ibadah sampai pada tarap jika dikatakan kepada mereka bahwa kiamat akan terjadi besok, maka mereka tidak akan menambah ibadahnya. Jika musim dingin tiba, ia berdiri di atap rumah agar ia diterpa hawa dingin sehingga tidak bisa tidur. Jika musim panas tiba, maka ia berdiri di bawah atap rumah, agar panas matahari membuatnya tidak bisa tidur. Salah seorang dan mereka meninggal dunia dalam keadaan sujud.”

Istri Masruq Rahimahullah berkata, “Masruq tidak ditemui, kecuali kedua betisnya bengkak karena saking lamanya qiyamul lail. Demi Allah, pada suatu kesempatan, saya berdiri di belakangnya ketika ia berdiri qiyam ullail, kemudian aku menangis karena iba terhadapnya.”

Jika salah seorang dan salafush shalih telah berumur empat puluh tahun, maka ia melipat kasurnya, dan tidak pernah lagi tidur di atasnya.

Dikisahkan bahwa salah seorang istri dan para salafsuh shalih yang bernama Ajrah yang telah buta berdoa dengan suara yang memilukan jika waktu sahur telah tiba, “Ya Allah, kepada-Mu orang-orang ahli ibadah mengarungi kegelapan malam untuk berlomba kepada rahmat-Mu, dan karunia ampunan-Mu. Ya Allah, dengan-Mu, aku meminta kepada-Mu, dan tidak kepada selain-Mu, hendaknya Engkau menjadikanku orang terdepan di rombongan orang-orang as-sabiqun (orang-orang yang cepat kepada kebaikan), mengangkat-Ku di sisi-Mu di ‘illiyyin di derajat makhluk-makhluk yang didekatkan kepada-Mu, dan menyusulkan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih. Engkau Dzat yang paling penyayang, Dzat yang paling agung dan Dzat yang paling mulia, wahai Dzat yang paling mulia.” Usai berdoa seperti itu, ia sujud. Ia tidak henti-hentinya berdoa, dan menangis hingga waktu shalat Shubuh tiba.

Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 121-131.

Antara Sukses dan Tindakan

Oleh : Ace Ruhyat

Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak; dan jarang menghampiri penakut yang tidak berani mengambil kosekuensi (Jawaharlal Nehru)

Kesuksesan. Semua orang pasti menginginkan kesuksesan. Dengan kesuksesan maka kehidupan akan berubah dan jalan kebahagiaan menjadi begitu mudah diraih. Jika berbicara mengenai kesuksesan maka kita akan mendapati dua orang yang sangat jauh berbeda. Mereka dinamakan pemenang dan pecundang. Perbedaan mendasar antara pemenang dan pecundang adalah tindakan. Pemenang adalah mereka yang melakukan apa yang dikatakan sedangkan pecundang hanya mengatakan apa yang akan mereka lakukan tanpa bertindak.


Kalau ditanyakan ke setiap orang apakah mereka menginginkan kesuksesan, pastilah setiap orang orang menjawab YA. Tetapi kalau ditanyakan tindakan apa yang telah mereka lakukan untuk meraih sukses? Jawabannya TIDAK ADA.

Kenapa orang tidak berani bertindak? TAKUT. Takut gagal, takut diremehkan, takut tidak ada yang mendukung, dan takut-takut lainnya. Mereka hanya membayangkan hal-hal buruk tanpa pernah memikirkan sebuah peluang untuk berhasil. Ingat selalu bahwa apa yang anda pikirkan akan menjadi kenyataan. Jika anda berpikir sukses maka sukses akan menghampiri Anda. Sebaliknya jika Anda berpikir gagal, kegagalanlah yang akan Anda temui.

Kesuksesan hanya bisa diraih dengan melakukan sesuatu. Kesuksesan tidak akan datang jika kita hanya memimpikannya saja. Hanya para pemenang yang berani mengambil tindakan untuk meraih kesuksesan dan mewujudkan impian. Sebuah tindakan pastilah menghasilkan konsekuensi, entah itu keberhasilan atau kegagalan.

Saya masih ingat ketika menghadiri seminar di "Action Coach". Di sana ada testimoni bagaimana sebuah peluang untuk mendapatkan sebuah waralaba asing hilang hanya dalam waktu 5 menit. Alasannya sih simple, orang yang bersangkutan keluar sebentar dari ruangan, untuk menelepon temannya untuk menanyakan apakah waralaba ini berpotensi atau tidak. Sebenarnya ia tahu bagaimana besarnya peluang bisnis waralaba, apalagi yang sudah terkenal. Pastinya, menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Namun ia takut mengambil tindakan, karena ini berarti akan menghabiskan seluruh tabungannya.

Akhir kata, para sahabat, ingatlah selalu bahwa kesuksesan hanya menghampiri para pekerja keras dan tidak akan menghampiri para pemimpi.

Ingin Kubuat puisi tentangmu



Aku ingin membuat puisi tentangmu
tentang betapa kau telah menambah senyum pada hari-hariku
dan bahwa kau telah menemani malam-malamku yang sepi dengan mondar-mandir di kepalaku
dan bahwa aku selalu tersenyum bila kau bolak-balik lewati lorong-lorong hatiku
dan bahwa aku berharap-harap kau balas tersenyum bila melihatku

ingin rasanya kucipta sebuah puisi untukmu
menceritakan perasaanku yang berjejal-jejal dalam lubuk hatiku
dan betapa kerasnya kutahan agar jangan sampai tumpah
takut akan akibat yang mungkin terjadi
karena melewati waktu menunggu senyummu lebih berharga buatku

oh andai aku bisa mulai menuliskan satu kata saja untuk sebuah puisi tentangmu
agar lega hatiku
mampu menghargaimu dengan sebuah karya manis dariku
karena kau istimewa buatku

tapi mengapa semuanya tak selancar biasanya
tak mampu kususun rangkaian kata untuk memujamu
tak sanggup kutemukan kata-kata yang tepat untuk perasaanku

aku takut tak cukup sempurna

karena semua yang kudapati darimu begitu indah
dan aku begitu terpikat

mungkin kau tidak melihatku demikian
karena kau silau dengan yang lain

Andai kau tahu, menunggu untuk bertemu denganmu lagi telah cukup membuatku merasa bahagia

ah tampaknya aku takkan pernah bisa membuat puisi tentangmu
karena bila nanti ku bertemu lagi denganmu
tak akan ada kata-kata yang cukup tepat untuk menceritakan kebahagiaanku
karena pastilah terlalu indah

aku tak mungkin mencipta puisi tentangmu

by: awan_run

Mutiara Kata yang Indah

Hari ini sebelum kita mengatakan kata-kata yang tidak baik,
Fikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berkata-kata sama sekali.

Sebelum kita mengeluh tentang rasa dari makanan,
Fikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa,
Fikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.

Sebelum kita mengeluh bahawa kita buruk,
Fikirkan tentang seseorang yang berada pada keadaan yang terburuk di dalam hidupnya.

Sebelum mengeluh tentang suami atau isteri anda,
Fikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup.

Hari ini sebelum kita mengeluh tentang hidup,
Fikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.

Sebelum kita mengeluh tentang anak-anak kita,
Fikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.

Sebelum kita mengeluh tentang rumah yang kotor kerana pembantu tidak mengerjakan tugasnya,
Fikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.

Dan di saat kita letih dan mengeluh tentang pekerjaan,
Fikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti kita.

Sebelum kita menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain,
Ingatlah bahawa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.

Dan ketika kita sedang bersedih dan hidup dalam kesusahan,
Tersenyum dan berterima kasihlah kepada Tuhan bahawa kita masih hidup !

Berbatov Pemain Terbaik Bulgaria


Berbatov: Pemain Terbaik Bulgari

Dimintar Berbatov dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Bulgaria Tahun ini untuk keenam kalinya oleh Federasi Sepakbola Bulgaria (BFU).

Dalam sebuah poling, Berbatov mengumpulkan 218 poin dari kalangan jurnalis olahraga yang ambil bagian di pemilihan ini, demikian dilaporkan Reuters, Jumat (15/1).

Berbatov unggul tipis dari kapten Aston Villa Stilian Petrov yang mengumpulkan 211 poin dan gelandang Terek Grozny Blagoy Georgiev dengan 103 angka.

Enam tropi yang diraih striker Manchester United itu merupakan rekor tersendiri di kancah domestik, di mana ia sudah melampaui catatan Hristo Stoichkov yang meraih lima penghargaan antara tahun 1989-1994.

Ukhuwah Menembus Perbedaan Antar Bangsa

oleh Meti Herawati

Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa tiada lain untuk saling mengenal, menyayangi dan mengasihi. Islam sebagai ajaran yang sangat indah mengajarkan kepada umatnya untuk saling bersaudara walaupun berbeda keturunan bahkan Bangsa. Indahnya ukhuwah yang diajarkan Islam sangat Saya rasakan ketika Kami sekeluarga bermukim di Malaysia, menempati perumahan pelajar yang menampung mahasiswa berkeluarga dari berbagai Negara.

Kami menempati Blok G-04 dengan empat rumah, dua rumah orang diisi keluarga Indonesia ( termasuk keluarga Kami ), satu rumah diisi oleh keluarga Melayu dan satu rumah oleh keluarga Sudan. Dengan semua tetangga ini Kami berhubungan sangat baik, dengan keluarga yang berasal dari Indonesia dan Melayu sama sekali tidak ada kendala. Karena Kami memiliki latar belakang Budaya dan Bahasa yang sama.

Tetapi dengan saudara dari Sudan ini Saya menemui kendala Bahasa, Zainab istri brother Sudan ini hanya bisa menggunakan bahasa Arab saja sedangkan Saya sama sekali tidak bisa. Namun perbedaan Bahasa ini sama sekali tidak mengendorkan ukhuwah Kami, Kalau ada kesempatan kami bermain bersama-sama menjaga buah hati Kami.

Bahkan ketika Saya melahirkan anak ketiga, hampir setiap hari Zainab main ke rumah membantu momong anak kedua Kami yang masih kecil sambil membawa makanan khas Sudan. Lucunya karena satu sama lain tidak saling memahami bahasa yang digunakan, Kami pun sambil berbicara menggunakan Bahasa isyarat. Kalau dia bertanya dalam bahasa Arab Saya menjawabnya dalam bahasa Indonesia, ternyata nyambung juga.

Keluarga Sudan ini dikarunia dua orang putra yang terkenal nakal-nakal, Saya sudah diwanti-wanti sama tetangga yang lain untuk waspada karena kedua bocah ini suka bikin ulah. Benar saja, tembok rumah Kami disemprotnya pake cat mobil, anak kucing dimasukan ke mesin cuci sampai mati. Mau ngadu ke ibunya juga bingung bicaranya dan takut menyinggung.

Saya berpikir, anak-anak ini masih bisa didekati dan dijadikan sahabat. Saya mulai mendekati anak-anak ini. Siang-siang biasanya mereka suka ngetok-ngetok jendela, sehingga anak-anak terbangun dari tidur siangnya mungkin mereka pingin ngajak main tapi waktunya tidak pas.

Saya sampaikan kalo mau main ke rumah umi Tia nanti ya sore. Betul saja jam empatan dua kakak beradik itu sudah ngetok-ngetok pintu, Saya jamu mereka dengan makanan dan minuman sambil diajak ngobrol, kebetulan Ali anak yang besar bisa berbahasa Melayu karena sudah sekolah. Setelah didekati ternyata mereka jinak juga, tidak terlalu bikin ulah bahkan mereka nampak sangat sayang dengan kedua putri Kami. Karena seringnya berinteraksi mereka sedikit-sedikit bisa berbahasa Sunda, bahkan Saya memanggil mereka dengan sebutan Jang Ali dan Jang Ahmad.

Kalo sudah dipanggil Jang mereka nampak suka sekali. Saya dan suami beranggapan mereka nakal karena tidak ada aktifitas positif sehingga cari aktifitas sendiri. Untuk menyalurkan tenaga mereka Kami membuat kebun di halaman belakang, tiap pulang sekolah Ali mencangkul tanpa disuruh sambil nunggu suami pulang dan nemanin dia mencangkul, Kami nanam singkong, cabai, dan lain-lain.

Namun sayang kebersamaan Kami harus diakhiri karena ayahnya Ali sudah selesai studinya dan harus segera kembali ke Sudan. Ketika menjelang pulang itu Zainab mewariskan perabotannya kepada Saya, kata Dia ini permintaan Ali supaya perabotan ini dikasihkan pada ummi Tia bahkan Ali sendiri yang mengemas.

Duh terharu juga saya dengan sikap Jang Ali ini. Ketika tiba waktunya mereka berpamitan, yang membuat terharu kedua anak ini merangkul Saya sambil menangis sampai membuat kedua orang tuanya pun menangis terharu. Saya masih melihat butiran air matanya mengalir ketika mereka sudah berada di dalam mobil yang mengantar mereka ke bandara, lambaian tangannya terasa sangat berat karena tak ingin berpisah.

Dua tahun berselang, Ayah Ali kembali ke Malaysia dan bertemu dengan suami di mesjid, ternyata Dia masih mengingat Kami. Bahkan menurut ceritanya Ali masih suka bercerita tentang Kami, bahkan sekali-kali Dia ngomong bahasa Sunda. Dia ingin sekali mengunjungi Kami dan bermain bersama lagi.

Subhanalloh persaudaraan yang dilandasi keimanan dan ketulusan ternyata tidak lekang oleh waktu dan jarak yang memisahkan. Mudah-mudahan suatu hari nanti Kita dipertemukan lagi.

Allah Maha Melihat!



oleh Musthofa Sukawi

Seperti biasa, pagi itu saya masuk ke ruangan untuk mengajar siswa-siswa sekolah menengah atas di sebuah sekolah swasta. Di sekolah itu, saya mengampu pelajaran agama Islam. Hari itu merupakan hari pertama saya masuk, setelah seminggu para siswa melaksanaan ujian semester. Sudah menjadi kebiasaan, hari pertama masuk pasca ujian semester adalah hari pembagian lembar hasil ujian yang telah dinilai guru pengampu.

Sesaat setelah membagikan lembar hasil ujian yang telah saya nilai, saya menyampaikan beberapa patah kata kepada anak didik saya.
“Saya senang melihat nilai-nilai kalian yang bagus. Tapi, apa benar itu hasil pekerjaan kalian sendiri?”

Beraneka ragam reaksi siswa ketika saya melempar pertanyaan itu. Ada yang tersenyum, ada yang tertawa, ada yang diam dan ada juga yang menyahut dengan suara lantang, “Seratus persen pekerjaan sendiri, Pak!”
“Saya berharap seperti itu. Nilai itu kalian peroleh dari jerih payah kalian sendiri,” saya menanggapinya.

Setelah suana kelas tampak lengang, perlahan saya berdiri di hadapan siswa. Saya mengambil posisi berdiri di tengah, membelakangi papan tulis.

“Anak-anakku, dalam hidup ini kita harus jujur. Jujur kepada diri sendiri, jujur kepada orang lain dan jujur kepada Tuhan.”
Sesaat saya berhenti, sambil memperhatikan anak-anak yang diam seribu bahasa, serius mendengarkan ucapan saya.

“Saya tidak berprasangka buruk dengan nilai yang kalian peroleh. Tapi saya hanya ingin kalian semua jujur. Perbuatan menyontek, bertanya kepada teman di saat ujian merupakan perbuatan yang tercela. Dan jangan kalian menganggapnya sepele.”

Anak-anak tampak mulai terhanyut dengan ucapan saya. Dengan nada lirih, saya mencoba menyadarkan anak didik saya.
“Coba saya bertanya kepada kalian, seandainya saat kalian ujian, kemudian di empat sudut ruangan tempat ujian kalian ditunggui ayah, ibu, kakak dan adik kalian, apakah kalian berani untuk menyontek atau bertanya kepada teman kalian?”

“Tidak!!” Serentak jawaban mereka yang kemudian disusul suara tawa.

“Kalau kalian menjawab tidak, saya menjadi ragu akan kualitas keimanan kalian.” Celetuk saya yang mengejutkan para siswa. Salah seorang siswa yang duduk di bangku paling depan mengangkat tangannya seraya berucap, “Maaf, Pak. Kok bisa begitu?”

“Ya memang begitu. Keimanan kalian kepada Allah masih sangat minim, masih sebatas pada penglihatan mata manusia. Karena para realitanya, kalian berbuat atau tidak berbuat tergantung dilihat manusia atau tidak. Buktinya, kalian tidak akan berani menyontek saat ujian ketika ditunggui pengawas atau orang tua kalian. Jadi, intinya kalian masih belum bisa merasa bahwa ada Dzat Yang Maha Mengawasi, yaitu Allah.”

Semua siswa menunduk. Saya berhenti sesaat. Pandangan saya menyapu ke arah wajah semua anak didik saya.

“Bagaimapun niatnya, perbuatan orang yang tidak merasa diawasi Tuhan adalah perbuatan tercela. Bahkan bisa mencemari akidah. Jika seseorang melakukan perbuatan buruk dengan berpraduga bahwa Allah tidak melihat kita, berarti kita sudah tidak beriman lagi kepada Allah. Karena Allah Dzat Yang Maha Melihat. Sedangkan jika kalian melakukan perbuatan buruk dengan berpraduga bahwa Allah melihat kita, berarti sama artinya kita menentang Allah.”
Anak-anak itu semakin menundukkan wajah, dan aku semakin mencoba memasukkan nasehat baik ke dalam hati mereka.

“Bagaimana tidak menantang Allah. Coba kalian bayangkan, misalkan ada seorang Bupati menetapkan peraturan kepada warganya: Dilarang membuang sampah di sungai! Kemudian, saat itu bapak Bupati berada di tepi sungai, kemudian kamu membuang sampah di hadapannya seraya berucap, ‘Permisi Bapak Bupati’.”
Keadaan semakin lengang. Di tengah kelengangan mereka, saya ucapankan sebagai kata penutup, “Bagaimana sekarang, apakah kalian masih berani untuk menyontek atau melakukan perbuatan tercela?”

Sebelum Kamu Mengeluh..


Kata-Kata Mutiara

Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, Pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali

Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, Pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum kamu mengeluh tidak punya apa-apa
Pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan.

Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, Pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk didalam hidupnya.

Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istri anda.
Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada
Tuhan untuk diberikan teman hidup

Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, Pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat

Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul

Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan

Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan

Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, Pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda

Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa..

Kita semua menjawab kepada Tuhan

"Dan ketika kamu sedang bersedih dan hidupmu dalam kesusahan, Tersenyum dan mengucap syukurlah kepada Tuhan bahwa kamu masih hidup !"

Life is a gift . .

Live it...

Enjoy it...

Celebrate it...

And fulfill it...

Cintai orang lain dengan perkataan dan perbuatanmu..
Cinta diciptakan tidak untuk disimpan atau disembunyikan..
Anda tidak mencintai seseorang karena dia cantik atau tampan, karena anda menyayangi dan mencintai Mereka, jadilah meraka CANTIK dan TAMPAN

Kecantikan bukan diwajah dan ketampanan bukan digagahnya seseorang, tapi cantik dan tampan muncul dari HATI, disebut jg dengan Hati Nurani.

http://www.kaskus.us/

Pemimpin yang Baik dalam Islam


Oleh Andi Faisal Bakti *]

Pemerintah yang baik dalam Ilmu Politik biasanya diistilahkan dengan good government. Sedangkan pemerintahan yang baik adalah good governance. Yang terakhir ini merujuk pada pemerintahan yang bersih, atau biasa juga dengan adjektiva lain, seperti berwibawa dan bertanggungjawab. Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah kategori pemimpin yang baik dalam Islam? Dengan kata lain, seperti apakah konsep Islam mengenai pemimpin yang baik yang disebut dengan good governance itu? Adakah Nabi Saw memberikan prinsip-prinsip pemimpin yang bertanggungjawab?

Tulisan ini akan mengelaborasi bahwa Islam sejak awal telah memperkenalkan sifat kepemimpinan Rasulullah Saw yang seharusnya menjadi panutan bagi pemimpin sesudahnya. Beliau telah memberikan lima prinsip utama seorang pemimpin: yang pada dasarnya bisa dieja dengan S-I-F-A-T [Shiddiq, Istiqamah, Fathanah, Amanah, dan Tabligh].

Pertama adalah “S” [Shiddiq] yang berarti jujur. Nabi Saw seperti tersebut di atas sangat mengutamakan kejujuran dalam hal pemerintahan. Secara sepintas shiddiq ini dapat diparalelkan dengan transparency. Namun, kalau kita melihat lebih hati-hati lagi, sebetulnya shiddiq ini lebih mendalam maknanya, karena melibatkan sikap mental, dan hati nurani yang paling dalam. Bila transparency masih bisa dikelabui dengan mark-up administratif yang secara material dan faktual dapat dilihat transparan, tetapi masih sangat mungkin terjadi pemalsuan, yang sukar dideteksi. Sedangkan yang dimaksudkan dengan shiddiq adalah justru yang paling diutamakan adalah yang tak tampak, yang immateri. Artinya, pemalsuan, rekayasa, penambahan, tidak akan terjadi, sebab shiddiq mencakup wilayah qalbiyah.

Kedua adalah “I” [Istiqamah] yang bermakna teguh dalam pendirian. Sifat kepemimpinan Nabi Muhammad Saw ini bertumpu pada ketegaran dalam jiwa, agar tidak akan bergeser walaupun penuh dengan rayuan, bujukan, dan paksaan. Bila consistency atau commitment, seperti yang dianjurkan oleh good governance masih bisa direkayasa dengan cara penampilan formal dalam bentuk luarannya, maka istiqamah tidak bisa dimodifikasi, karena berkaitan dengan sikap mental dan kejiwaan dan hati yang paling dalam.

Demikian pula pada sifat ketiga yaitu “F” [Fathanah] yang berkaitan dengan kecerdasan, baik kecerdasan rasio, rasa, maupun kecerdasan ilahiyah. Dengan demikian bila dibandingkan dengan good governance dengan konsep intelligency-nya, maka konsep ini sebetulnya hanya berhubungan dengan kecerdasan intelligentia semata. Padahal, fathanah menekankan kecerdasan lain, seperti kecerdasan emosional dan spiritual.

Lalu bagaimana dengan “A” [Amanah]? Sifat ini bisa dipararelkan dengan konsep accountability dalam good governance. Namun, bila kita meneliti secara jeli, maka accountability ini merujuk kepada hal yang formal administratif. Sedang amanah jauh menjamah rona psikologi yang paling dalam. Sebab amanah itu mementingkan tanggungjawab yang sangat hakiki dalam hubungannya dengan umat manusia, yang selalu yakin bahwa ada yang selalu mengawasi pelaksanaan tugasnya. Dalam Islam diyakini bahwa setiap tindak-tanduk kita selalu dalam pengawasan malaikat yang senantiasa mencatat kebaikan dan keburukan manusia. Dalam konteks inilah amanah berkiprah.

Terakhir adalah “T” [Tabligh]. Sifat kepemimpinan Nabi Saw ini bila dikaitkan dengan konsep good governance bisa disejajarkan dengan istilah communicatibility. Namun, pada hakikatnya, tabligh ini berkaitan erat dengan risalah keislaman, yakni soal dakwah dan penyampaian pesan-pesan keilahian. Bila communicatibility hanya menjamah rona public speaking, maka tabligh mencakup semua aspek komunikasi dan interaksi sesama manusia. Tabligh selalu mengharapkan agar orang yang diajak berbicara bisa mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan ayat-ayat kebesaran Allah swt, tentunya atas izin Allah swt jua. « []

*] Guru Besar Ilmu Komunikasi Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, dan Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

http://alifmagz.com

10 Sikap Agar Mempunyai Kualitas Pribadi Yang Baik

1. Ketulusan

Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura-pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak". Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.

2. Rendah Hati

Beda dgn rendah diri yg merupakan kelemahan, kerendahhatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya tidak merasa minder.

3. Kesetiaan

Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yg setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.

4. Bersikap Positif

Orang yang bersikap positif selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan sebagainya.

5. Keceriaan

Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain, juga dirinya sendiri.
Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong semangat orang lain.

6. Bertanggung Jawab

Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh.
Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya. Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.

7. Kepercayaan Diri

Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.

8. Kebesaran Jiwa

Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan.
Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar, tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.

9. Easy Going

Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrolnya.

10. Empaty

Empati adalah sifat yg sangat mengagumkan. Orang yg berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.

http://www.kaskus.us/

Bapak & Ibu

Maafkanlah anaku ini bapak dan ibu..
Anakmu belum bisa memberikan lebih saat ini..
Rasanya sangat menyedihkan..

Ibu.. Bapak..
Andai diri ini bisa..
Pasti akan kuturuti semuannya..
Tapi apalah daya..
Semuanya hanyalah keinginan semata..
Maafkanlah anakmu ini..

awan_run

CINTA yang AGUNG

Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan MASIH peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’

Apabila cinta tidak berhasil…BEBASKAN dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas LAGI ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati
bersamanya…

Sikap Kita Menentukan Segalanya

Beberapa tahun yang lalu, saat saya melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, saya sedang menanti di ruang tunggu bandara ketika saya membaca sebuah puisi yang dimuat di sebuah majalan.

Saya percaya, bahwa secara keseluruhan puisi ini merangkum peranan kita dalam mencapai masa depan yang sukses.

SIKAP

Semakin lama saya hidup, semakin saya sadar
Akan pengaruh sikap dalam kehidupan

Sikap lebih penting daripada ilmu,
daripada uang, daripada kesempatan,
daripada kegagalan, daripada keberhasilan,
daripada apapun yang mungkin dikatakan
atau dilakukan seseorang.

Sikap lebih penting
daripada penampilan, karunia, atau keahlian.
Hal yang paling menakjubkan adalah
Kita memiliki pilihan untuk menghasilkan
sikap yang kita miliki pada hari itu.

Kita tidak dapat mengubah masa lalu
Kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang
Kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi

Satu hal yang dapat kita ubah
adalah satu hal yang dapat kita kontrol,
dan itu adalah sikap kita.

Saya semakin yakin bahwa hidup adalah
10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita,
dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya.

Akhirnya: Seluruh pilihan terletak di tangan Anda, tidak ada JIKA atau TETAPI. Andalah pengemudinya. Andalah yang menentukan JALAN HIDUP ANDA…!

Kisah Seorang Ibu

Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.” Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua”,jawab ibu itu.” Wouw… hebat sekali putra ibu” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.” Kalau saya tidak salah ,anak yang di Singapore tadi , putra yang kedua ya bu??Bagaimana dengan kakak adik-adik nya??”” Oh ya tentu ” si Ibu bercerita :”Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang.””

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. ” Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ??”Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ” anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu….. kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani ??? “

Apakah kamu mau tahu jawabannya??????…

Please scroll….

.

.

.

.

…Please scroll

.

.

.

….Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
” Ooo …tidak tidak begitu nak….Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”